Nama lengkapnya Zainuddin Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali. Lahir pada tahun 450 H. di Thusi, daerah Negeri Khurasan (-+ 18 mil dari Naisaburi). Dan wafat pada tahun 505 H. Di dalam bidang fiqh, ia berguru kepada Imamul Haramain (w. 478 H.). Ia sebagai dosen di perguruan tinggi An Nidzamiyyah Baghdad, pada tahun 484 H. Di samping mengajar, ia juga banyak menyusun kitab agama antara lain, Al-Wasth, Al-Basith, Al-Wajiz, Ihya' Ulumiddin dan lainnya, sebanyak 51 judul kitab.
Ayah beliau adalah seorang pengrajin kain shuf (yang dibuat dari kulit domba) dan menjualnya di kota Thusi. Menjelang wafat, ia berwasiat menitipkan kedua anaknya (Imam Ghazali dan adiknya) kepada temannya dari kalangan orang baik. Dia berpesan, "Sungguh saya menyesal tidak belajar khat (tulis menulis arab) dan saya ingin memperbaiki apa yang telah saya alami pada kedua anakku ini, maka saya mohon engkau mengajarinya dan harta yang saya tinggalkan boleh dihabiskan untuk biayanya.".
Setelah meninggal, maka temannya tersebut mengajari keduanya ilmu, hingga habislah harta peninggalan yang sedikit tersebut. Kemudian ia meminta maaf tidak dapat melanjutkan wasiat orang tuanya dengan harta benda yang dimilikinya. Dia berkata, "Ketahuilah oleh kalian berdua, saya telah membelanjakan untuk kalian dengan harta kalian. Saya seorang fakir dan miskin yang tak memiliki harta, saya anjurkan kalian berdua untuk masuk ke madrasah seolah-olah sebagai penuntut ilmu. Sehingga memperoleh makanan yang dapat membantu kalian berdua.".
Lalu keduanya melaksanakan anjuran tersebut. Inilah yang menjadi sebab kebahagiaan dan ketinggian mereka. Demikianlah diceritakan oleh Al-Ghazali, hingga beliau berkata, "Kami menuntut ilmu bukan karena Allah ta'ala." (Dinukil dari Thabaqat Asy-Syafi'iyah, juz 6, hal 193-194).
Beliau pun bercerita, bahwa ayahnya seorang fakir yang shalih. tidak memakan kecuali hasil pekerjaannya dari kerajinan membuat kain shuf dengan mereka, serta memberi nafkah semampunya. Apabila sang ayah mendengar perkataan mereka (ahli fiqh), sang ayah menangis dan berdoa dan memohon diberi anak yang faqih. Apabila sang ayah menghadiri majlis ceramah nasihat, sang ayah menangis dan memohon pada Allah ta'ala untuk diberi anak yang ahli dalam ceramah nasihat.
Kiranya Allah Swt mengabulkan kedua doa tersebut. Imam Al-Ghazali menjadi seorang yang faqih, dan adiknya (Ahmad) menjadi seorang yang ahli dalam memberi ceramah nasihat (Dinukil dari Thabaqat Asy-Syafi'iyah 6/1940).
Perjalanan Menuntut Ilmu
Imam Al-Ghazali memulai belajar kala masih kecil. Mempelajari Fiqh dari Syekh Ahmad bin Muhammad Ar-Radzakani di kotanya sendiri, Thusi. kemudian berangkat ke Jurjan untuk menimba ilmu dari Imam Abu Nashr Al-Isma'ili dan menulis buku At-Taliqat. Kemudian pulang pulang ke Thusi (Maktub Thabaqat Asy-Syafi'iyah 6/195). Sebagaimana beliau bercerita, "Dalam perjalanan pulang menuju kota Thusi, aku dihentikan segerombolan perampok, mereka mengambil tas yang aku bawa, lalu aku membuntuti ke mana mereka pergi, kemudian salah satu dari mereka melihatku dan berkata, "Pergilah, atau engkau akan mati", Aku pun berkata, "Demi Dzat yang engkau harapkan keselamatan darinya, sungguh aku hanya meminta tasku kembali, karna itu sesuatu yang sangat bermanfa'at bagiku yang kumiliki", "Apa yang isinya?", Tanya salah satu mereka. "Beberapa kitab, aku berhijrah untuk mendengarkan keterangan, ku tulis di situ, kufahami dan ku ketahui dengan itu". kemudian mereka tertawa, dan berkata, "Bagaimana engkau mengaku akan mengetahui ilmu itu, sedangkan tasmu kini ada di tanganku dan engkau tanpa ilmu?!". Namun kemudian salah satu mereka ada yang menyuruh untuk mengembalikan, kemudian ia menyerahkan kembali tasku. Ini adalah sesautu kuanggap bisa berkata dari kata-kata Allah, dan dengan lantaran ini pula Allah menuduhkan aku. Sesampai di kota Thusi, aku menetapa selama tiga tahun guna menghafalkan semua yang sudah ku tulis, hingga kiranya bila aku dirampok lagi aku tak hawatir.".
Kemudian beliau mendatangi kota Naisabur dan berguru kepada Imam Haramain Al-Juawaini dengan penuh kesungguhan. Sehingga berhasil menguasai dengan sangat baik fiqh madzhab Syafi'i dan fiqh khilaf, ilmu perdebatan, ushul, mantiq, hikmah dan filsafat. Beliau pun memahami perkataan para ahli ilmu tersebut dan membantah orang yang menyelisihinya. Menyusun tulisan yang membuat kagum guru beliau, yaitu Al-Juwaini (Maktub As-Subki, Thabaqot Asy-Syafi'iyah 6/191).
Setelah Imam Haramain meninggal, berangkatlah Imam Al-Ghazali ke perkemahan Wazir Nidzamul Malik. Karena tempatnya majlisnya tempat berkumpul para ahli ilmu, sehingga beliau menantang debat kepada para ulama dan mengalahkan mereka. Kemudian Wazir Nidzamul Malik mengangkatnya menjadi pengajar di madrasahnya di Baghdad dan memerintahkannya untuk pindah ke sana. Maka pada tahun 484 H. beliau berangkat ke Baghdad dan mengajar di Madrasah An Nidzamiyah dalam usia tiga puluh tahun. Disini lah beliau berkembang dan mencapai kedudukan yang sangat tinggi, agung dan mansyhur namanya.
Pada tahun 488 H. beliau pergi haji dan meminta temannya untuk mewakili mengajar di madrasah An-Nidzamiyah tersebut. Namun setelah beliau selesai menjalankan ibadah haji beliau mampir ke Damaskus (Suriah), dan ber-i'tikaf dalam beberapa waktu di Masjid Jami' Mu'awiyah, yang sekarang lebih terkenal dengan nama Al-Ghozaliyah, sehingga dengan itulah nama beliau dinisbatkan.
Imam Al-Ghazali selalu mengenakan pakaian layaknya orang biasa, makan dan minumnya sedikit. Kehidupan sehari-harinya disibukkan dengan menulis kitab, mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk penelitiannya, berziarah dan ke masjid-masjid. Beliau berhasil menerapkan jihad pada dirinya dengan jihad yang sangat bagus. Beliau melampaui semua sulitnya beribadah, mencoba pada dirinya dengan macam-macam bertaqarrub dan taat pada Allah Swt. Sampai sehingga beliau menduduki maqam wali kutub. Barokah yang menyeluruh setiap makhluq, dan jalan yang menyampaikan pada ridlo Sang Rahman.
Kemudian Imam Al-Ghazali kembali ke mdrasah Nidzamiyah yang di Baghdad, beliau mendirikan majlis Nasehat, Beliau berbicara di dalam majlis dengan lisan layaknya Ahli Hakikat.
Imam Ibnu Nujar berkata, "Kata-Kata Al-Ghazali bukan dari guru dan bukan dari Hadist, satu kata dariku untuk beliau dan aku tulis di kitab Tarikh-ku, bahwa takkan kutemu kata-katanya yang menakjubkan setelah beliau".
Setelah itu Imam Al-Ghazali kembali ke negeri Khurasan dan mengajar di madrasah An-Nidzamiyah yang ada di kota Naisabur dalam waktu sebentar. kemudian beliau kembali kota kelahirannya, yaitu Thusi. Beliau mendirikan madrasah di sampig rumahnya untuk para Fuqoha', dengan metode yang didasari kesufian, dan membiasakan khataman Al-Qur'an. Beliau juga mendatangi dan mengisi di majlis-majlis pengajian umum.
Wafatnya Imam Al-Ghazali
Imam Abul Faraj ibnul Jauzi menyampaikan kisah meningggalnya beliau dalam kitab Ats-Tabat Indal Mamat, menukil cerita dari Imam Ahmad (adik Imam Ghazali), "Pada subuh hari Senin, saudaraku Abu Hamid berwudlu dan Shalat, lalu berkata, "Bawa kemari kain kafan saya." lalu beliau mengambil dan menciumnya serta meletakkan di kedua matanya, dan berkata, "Saya patuh dan taat untuk menemui Malaikat Maut." Kemudian beliau meluruskan kakinya dan menghadap kiblat. Beliau meninggal sebelum langit menguning (menjelang pagi hari)". Beliau wafat di kota Thusi, pada hari Senin, 14 Jumada Akhir 505 H. dan dimakamkan di pemakaman At-Thabaran.
Kesaksian Para Ulama
Imam Muhammad bin Yahya berkata, "Imam Al-Ghazali adalah Imam Syafi'i kedua". Imam As'ad Al-Mihani berkata, "Tidak akan sampai mengetahui ilmu Imam Al-Ghazali kecuali orang yang mencapai atau mendekati sempurna akalnya".
Di Iskandariyah (kota Alexandria, Mesir) ada seorang ulama. Sebelum menjadi ulama ia tidak suka dengan Imam Al-Ghazali bahkan sering mencela beliau. Tepat ketika ia sedang tidur disebuah gua, ia bermimpi melihat Rasulullah Saw, dan di samping Rasulullah ada Abu Bakar r.a dan Umar bin Khattab r.a, sedanngkan Imam Al-Ghazali berdiri di depan Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah orang ini selalu mencelaku dan menyakiti hatiku", lalu Rasulullah berkata, "Ambilkan cambuk.", kemudian Rasulullah mencambuk orang itu tepat di punggungnya. Ketika ia bangun dari tidurnya, ia merasakan kesakitan dan nampak jelas bekas cambukan di punggungnya.setelah kejadian itu ia tak berani lagi mencela Imam Al-Ghazali dan mengakui kehebatan beliau.
Imam Abu 'Abdillah Muhammad bin Yahya bin Mun'im Al-'Abdari berkata, "Ketika aku di Iskandariah ada seorang bermimpi melihat matahari terbit dari barat, kemudian ditafsirkan oleh sebagian ulama ahli tabir, bahwa akan terjadi bid'ah besar, selang beberapa hari kemudiannya aku mendapat kabar, ternyata terjadi pembakaran kitab-kitab karya Imam Al-Ghazali, namun detailnya masih kontroversial".
Konon ada yang mengatakan bahwa pembakaran kitab beliau, dilakukan oleh sekelompok orang yahudi yang hasud pada beliau, dan menganggap kitab-kitab beliau menjadi sebuah ancaman bagi mereka.
Dahulu Imam Al-Ghazali menulis kitab-kitabnya dengan sebatang pena yang dicelupkan pada wadah berisi tinta, bila tinta yang di pena habis beliau mencelupkan lagi, dan seterusnya.
Selang dari kewafatan Imam Al-Ghazali, seorang ulama yang merupakan sahabat dekat beliau bermimpi. Dalam mimpi itu ia bertemu beliau dan berdialog, "Wahai hujjatul Islam, apa yang telah diperbuat Allah kepadamu?", Imam Al-Ghazali menjawab, "Allah menempatkanku di tempat yang paling baik", lalu sahabatnya bertanya lagi, "Gerangan apakah sampai Allah menempatkanmu di tempat yang paling baik? apakah karena kealimanmu dan banyaknya kitab-kitab yang bermanfaat yang kau tulis?", lalu Imam Al-Ghazali menjawab, "Tidak, Allah memberiku tempat yang terbaik, hanya karena pada saat aku sedang menulis, aku membiarkan seekor lalat sedang meminum tintaku karena kehausan dan aku melakukan itu karena aku sayang pada makhluq Allah Swt.".
Dari cerita tersebut bisa kita ambil kesimpulan, bahwa keselamatan di Akhirat bukanlah semata-mata karena ibadah kita, akan tetapi hanya karena kasih sayang Allah kepada makhluqnya.
Masih banyak cerita Sang Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, sehingga tak habis-habis bila ditulis semuanya. hanya saja, kita sebagai pecinta ilmu khususnya, dan seorang muslim umumnya, bisa bangga karena mempunyai seorang imam yang sangat begitu 'Alim, dengan kata-katanya yang selalu membuka rahasia alam, dan dengan hujjahnya yang membawa Islam pada keluhuran. Beliau membekali kitab-kitab yang sangat bermanfaat pada kita, meski sebagian kitab dibakar oleh orang yang tak bertanggung jawab, namun masih ada kitab-kitab karya beliau yang kini bisa sampai pada kita seperti Ihya' Ulumiddin dan lainnya.
0 Komentar